09/02/19

Contoh Askep Keperawatan Jiwa

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi.Bentukhalusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang palingsering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna.Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yangdialamatkan pada pasien itu.Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengansuara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar ataubicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnyabergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiaptubuh atau diluar tubuhnya.Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnyabersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.
Persepsimerupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus esksternal,juga pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang diinterpretasikan olehstimulus yang diterima.Jika diliputi rasa kecemasan yang berat maka kemampuanuntuk menilai realita dapat terganggu.Persepsi mengacu pada respon reseptorsensoris terhadap stimulus. Persepsi juga melibatkan kognitif dan pengertianemosional akan objek yang dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada prosessensori penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan.
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukanpada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yangberhubungan dengan penggunaan alcohol dan substansi lingkungan.Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien dirumah sakit jiwa Medan ditemukan85% pasien dengan kasus halusinasi.
Sehingga penulis merasa tertarik untuk menuliskasus tersebut dengan pemberian Asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampaidengan evaluasi.

1.2 Rumusan Masalah
1.     Apa yang dimaksud dengan persepsi ?
2.     Apa yang dimaksud dengan halusinasi ?
3.      Bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan jiwa kepada klien ?

1.3 Tujuan Masalah
1.     Untuk mengetahui devinisi persepsi
2.      mengetahui definisi halusinasi
3.     Untuk mengetahui cara memberikan asuhan keperawatan jiwa kepada klien



BAB II
LANDASAN TEORI

A. KONSEP DASAR GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
2. 1. PENGERTIAN
2.1.1 Persepsi
Adalah proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dandimengerti penginderaan/sensasi : proses penerimaan rangsang. Jadigangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakanantara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan,sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal.Dengan maksudbahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam membandingkan danmengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya.Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antarafantasi dan kenyataaan. Mereka dalam menggunakan proses pikir yanglogis, membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan sertamengevaluasinya secara akurat. Jika ego diliputi rasa kecemasan yangberat maka kemampuan untuk menilai realitas dapat terganggu.Persepsimengacu pada respon reseptor sensoris terhadap stimulus eksternal.Misalnya sensoris terhadap rangsang, pengenalan dan pengertian akanperasaan seperti : ucapan orang, objek atau pemikiran. Persepsimelibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang dirasakan.Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensoris dari pendengaran,penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan. Gangguan ini dapatbersifat ringan, berat, sementara atau lama. (Harber, Judith, 1987, hal725)

2.1.2 Halusinasi
Merupakan salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi pengalamanpanca indera tanpa adanya rangsangan sensorik (persepsi indra yangsalah). Menurut Cook dan Fotaine (1987), halusinasi adalah persepsisensorik tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjaditanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua systempenginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan ataupengecapan), sedangkan menurut Wilson (1983), halusinasi adalahgangguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dariluar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saatkesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebutterjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dariindividu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidaknyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan.





2.1.3 Rentang Respon Neurobiologis
 












2.1.4 Jenis – jenis Halusinasi
Menurut Yosep (2007) halusinasi terdiri atas delapan jenis. Penjelasan secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi adalah sebagai berikut:
a)      Halusinasi Pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna.Biasanya suara tersebut ditujukan pada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar dan berdebat dengan suara – suara tersebut.
b)    Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik)
Lebih dering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organic). Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran – gambaran yang mengerikan.
c)     Halusinasi Penciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita.Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang di anggap penderita sebagai suatu kombinasi moral.
d)    Halusinasi Oengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman.Penderita merasa mengecap sesuatu.Halusinasi gastorik lebih jarang dari halusinasi gustatorik.
e)    Halusinasi Perabaan (Taktil)
Penderita merasa diraba, disentuh, ditiup atau ada ulat yang bergerak dibawah kulit.Terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia.
f)      Halusinasi Seksual, ini termasuk halusinasi raba.
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia.
g)    Halusinasi Kinistetik
Penderita merasa badannya bergerak – gerak dalam suatu ruangan atau anggota badannya bergerak – gerak.Misalnya “phantom phenomenom” atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak – gerak (phantom limb).Sering pada skizofrenia dalam keadaan toksik tertentu akibat pemakaian obat tertentu.
h)    Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu didalam tubuhnya.
1)    Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Sering pada skizofrenia dan sindrom lobus parientalis. Misalnya sering merasa dirinya terpecah dua.
2)    Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu yang dialaminya seperti dalam impian.

2.1.5 Etiologi
a.       Factor Predisposisi
Menurut Yosep (2010) factor predisposisi klien dengan halusinasi adalah:
1)      Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya control dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebuh rentan terhadap stress.
2)      Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3)      Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif.Hal ini berpengaruh pada ketidak kemampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya.Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata meuju alam hayal.
4)      Faktor Biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan sesuatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress yang berkepanjangan menyebabkan terjadinya neurotransmitter otak.
5)      Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh orang tua yang skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b.      Factor Presipetasi
1) Perilaku 
Respons klien terhadap  halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian, tidak mampumengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang individu sebagai makhluk yang dubangun atas dasar unsur – unsur bio-psiko-sosio-spiritual. Sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu:


a) Dimensi Fisik
halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat – obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

b) Dimensi emosional
perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi, isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menetang perintah tersebut hingga dengan kondisi klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

c) Dimensi Intelektual
dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.

d) Dimensi social
kliem mengalami ganguan interaksi social dalam fase awal dan comforting, klien mengangap bahwa hidup bersosialisasi dialam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah – olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosoal, control diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasinya tidak berlangsung.

e) Dimesi Spiritual
secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri, irama sirkardiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya.Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk. 

2.1.6 Tanda dan Gejala
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasinadalah sebagai berikut:
a. Bicara sendiri
b. Senyum sendiri
c. Ketawa sendiri
d. Menggerakkan bibir tanpa suara
e. Pergerakkan mata yang cepat
f. Respon verbal yang lambat
g. Menarik diri dari orang lain
h. Berusaha untuk menghindar dari orang lain
i. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata
j. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah
k. Perhatian dengan lingkungan kurang atau hanya beberapa detik
l. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori
m. Sulit berhubungan dengan oaring lain
n. Ekspresi muka tegang
o. Mudah tersinggung, jengkel dan marah
p. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
q. Tampak tremor dan berkeringat
r. Perilaku panic
s. Agitasi dam kataton
t. Curiga dan bermusuhan
u. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan
v. Ketakutan
w.Tidak dapat mengurus diri
x. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang lain.
2.1.7 Batasan Karakteristik Gngguan Persepsi Sensori: Halusinasi
Batasan karakteristik klien dengan gangguan persepsi sensori: Halusinasi menurut Nanda-I (2012) yaitu:
a. Perubahan dalam pola perilaku
b.Perubahan dalam kemampuan menyelesaikan masalah
c. Perubahan dalam ketajaman sensori
d. Perubahan dalam respon yang biasa terhadap stumilus
e. Disorientasi
f. Halusinasi
g. Hambatan komunikasi
h. Iritabilitas
i. Konsentrasi buruk
j. Gelisah
k. Distorsi sensori.
2.1.8 Psikopatologi
Psikopatologi dari halusinasi yang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan yang menekankan pentingnya factor – factor psikologik, fisiologik dan lain – lain. Bebrapa orang mengatakan bahwa situasi kemananan di otsk normal dibombardir olehaliran stimulus yang bersala dari tubuh atau dari luar tubuh. Jika masukan akan terganggu atau tidak ada sama sekali saat bertemu dalam keadaan normal dalam bentuk halusinasi. Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan keinginan yang direpsesi ke unconxicius dan kemudian karena kepribadian rusak dan kerusakan pada realitas tingkat kekuatan keinginan sebelumnya diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksternal.

2.1.8 Tahapan Halusinasi
Menurut Yosep (2010) tahan halusinasi ada lima fase , yaitu:
               Tahapan Halusinasi
                       Karakteristik
Stage 1 : Sleep  disorder
Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi
Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karena sebagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dihkianati kekasih, masalah dikampus, drop out, dst. Masalah terasa menekan karena terakumulasi sedangkan support system kurang dan persepsi terhadap masalah sanagat buruk. Sulit tidur berlangsung terus – menerus lamunan – lamunana awal tersebut sebagai pemecahan masalah.
Stage II: Comforting
Halusinasi secara umum ia terima sebagai sesuatu yang alami
Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat dia control bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya.
Stage III: Condemning
Secara umum halusinasi sering mendatangi klien

Pengalam sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias. Klien mulai merasa tidak mampu lahi mengontrolnya dan mulai  berupaya menjaga jarak anatar dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien mulai menarik diri dari orang lain, dengan intensitas waktu yang lama.
Stage IV: Controling Severe Level of Anxiety
Fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataan.
Klien mencoba melawan suara – suara atau sensori abnormal yang datang. Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dumulai fase gangguan psikotik.
Stage V: Conquering Panic Level of Anxiety
Klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya
Pengalaman sensorinya terganggu. Klien ,uali terasa terancam dengan datangnya suara – suara terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal empat jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat.




B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Klien yang mengalami halusinasi sukar mengontrol diri dan susah berhubungan dengan orang lain. Untuk itu, perawat harus mempunyai kesadaran yang tinggi agar dapat mengenal, menerima dan mengevaluasi perasaan sensitive sehingga dapat memeakai dirinya secara terapeutik dalam merawat klien.Dalam memberikan asuhan keperawatan pasien, paerawat harus jujur, empati, terbuka dan penuh penghargaan, tidak larut dalam halusinasi klien dan tidak menyangkal.

1.     Pengkajian
Untuk dapat menjaring data yang diperlukan umunya, dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memugahkan dalam pengkajian. Isi pengkajian meliputi:
a. Identitas klien
b. Keluhan utama atau alas an masuk
c. Faktor predisposisi
d. Aspek fisik atau biologis
e. Aspek psikososial
f. Status mental
g. Kebutuhan persiapan pulanh
h. Mekanisme koping
i. Masalah psikososial dan lingkungan
j. Pengetahuan
k. Aspek medic

kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut:

a. Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Dan ini didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.

b. Data subjektif ialah f=data yang disampaikan secara lisan oleh klien da keluarga. Data ini di peroleh melalui wawancara peraway kepada klien dsan keluarga. Data yang langsung didapat oleh perawat disebut sebagai data primer, dan data yang diambil dari hasil catatan tim kesehatan lain sebagai data sekunder.
2. Masalah Keperawatan

a. Risiko Perilak Kekerasan (Pada diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal).
b. Gngguan Persesp Sensori:Halusinasi.
c.Isolasi social.

3. Pohon masalah

Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal)
 

                                               


                                                                                      

                                        Gangguan persepsi sensori: halusinasi
 








Isolasi sosial 

4. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keparawatan klien yang muncul klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi
2. Isolasi sosial
3. Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lian, lingkungan, dsn verbal).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar