Macam Macam norma yang berlaku di masyarakat
Peranan Penegak Hukum
Lembaga Hukum Indonesia
Kepolisian Negara RI
Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Agung
Pengadilan Militer
1. Manusia, Masyarakat, dan Ketertiban
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap individu senantiasa
melakukan interaksi dengan individu atau kelompok lainnya. Dalam interaksi
sosial tersebut, setiap individu bertindak sesuai dengan kedudukan, status
sosial, dan peran yang mereka masing-masing. Tindakan manusia dalam interaksi
sosial itu senantiasa didasari oleh nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
Manusia dilahirkan dan hidup tidak terpisahkan satu sama lain,
melainkan berkelompok. Hidup berkelompok ini merupakan kodrat manusia dalam
memenuhi kebutuhannya. Dalam hidup berkelompok itu terjadilah interaksi antar
manusia. Interaksi yang kalian lakukan pasti ada kepentingannya, sehingga
bertemulah dua atau lebih kepentingan. Pertemuan kepentingan tersebut disebut
“kontak“. Menurut Surojo Wignjodipuro, ada dua macam kontak, yaitu :
1. Kontak yang menyenangkan, yaitu jika
kepentingankepentingan yang bertemu saling memenuhi. Misalnya, penjual bertemu
dengan pembeli.
2. Kontak yang tidak menyenangkan, yaitu jika
kepentingan-kepentingan yang bertemu bersaingan atau berlawanan. Misalnya,
pelamar yang bertemu dengan pelamar yang lain, pemilik barang bertemu dengan
pencuri.
Mengingat banyaknya kepentingan, terlebih kepentingan antar
pribadi, tidak mustahil terjadi konflik antar sesama manusia, karena
kepentingannya saling bertentangan. Agar kepentingan pribadi tidak terganggu
dan setiap orang merasa merasa aman, maka setiap bentuk gangguan terhadap
kepentingan harus dicegah. Manusia selalu berusaha agar tatanan masyarakat
dalam keadaan tertib, aman, dan damai, yang menjamin kelangsungan hidupnya.
Menurut Aristoteles, manusia itu adalah Zoon Politikon, yang
dijelaskan lebih lanjut oleh Hans Kelsen “man is a social and politcal being”
artinya manusia itu adalah mahluk sosial yang dikodratkan hidup dalam
kebersamaan dengan sesamanya dalam masyarakat, dan mahluk yang terbawa oleh
kodrat sebagai mahluk sosial itu selalu berorganisasi. Kehidupan dalam
kebersamaan (ko-eksistensi) berarti adanya hubungan antara manusia yang satu
dengan manusia yang lainnya. Hubungan yang dimaksud dengan hubungan sosial
(social relation) atau relasi sosial.
Yang dimaksud hubungan sosial adalah hubungan antar subjek yang
saling menyadari kehadirannya masing-masing. Dalam hubungan sosial itu selalu
terjadi interaksi sosial yang mewujudkan jaringan relasi-relasi sosial (a web
of social relationship) yang disebut sebagai masyarakat. Dinamika kehidupan
masyarakat menuntut cara berperilaku antara satu dengan yang lainnya untuk
mencapai suatu ketertiban. Ketertiban didukung oleh tatanan yang mempunyai
sifat berlain-lainan karena norma-norma yang mendukung masing-masing tatanan
mempunyai sifat yang tidak sama. Oleh karena itu, dalam masyarakat yang teratur
setiap manusia sebagai anggota masyarakat harus memperhatikan norma atau
kaidah, atau peraturan hidup yang ada dan hidup dalam masyarakat.
2. Pengertian Norma, Kebiasaan, Adat-istiadat dan Peraturan
Setiap individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi
dengan individu atau kelompok lainnya. Interaksi sosial mereka juga senantiasa
didasari oleh adat dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Misalnya interaksi
sosial di dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat
dan lain sebagainya. Masyarakat yang menginginkan hidup aman, tentram dan damai
tanpa gangguan, maka bagi tiap manusia perlu adanya suatu “tata”. Tata itu
berwujud aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia
dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan
terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban masing-masing.
Tata itu lazim disebut kaidah (berasal dari bahasa Arab) atau norma (berasal
dari bahasa Latin) atau ukuran-ukuran.
Norma-norma itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya
berwujud perintah dan larangan. Perintah merupakan kewajiban bagi seseorang
untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik. Sedangkan
larangan merupakan kewajiban bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh
karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.
Ada bermacam-macam norma yang telah dikenal luas ada empat, yaitu:
a. Norma Agama ialah peraturan hidup yang harus diterima
manusia sebagai perintah-perintah, larangan-larangan dan ajaran-ajaran yang
bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Pelanggaran terhadap norma ini akan
mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Esa berupa “siksa” kelak di akhirat.
Contoh norma agama ini diantaranya ialah:
a) “Kamu dilarang membunuh”.
b) “Kamu dilarang mencuri”.
c) “Kamu harus patuh kepada orang tua”.
d) “Kamu harus beribadah”.
e) “Kamu jangan menipu”.
b. Norma Kesusilaan ialah peraturan hidup yang berasal dari
suara hati sanubari manusia. Pelanggaran norma kesusilaan ialah pelanggaran
perasaan yang berakibat penyesalan. Norma kesusilaan bersifat umum dan
universal, dapat diterima oleh seluruh umat manusia.
Contoh norma ini diantaranya ialah :
a) “Kamu tidak boleh mencuri milik orang lain”.
b) “Kamu harus berlaku jujur”.
c) “Kamu harus berbuat baik terhadap sesamamanusia”.
d) “Kamu dilarang membunuh sesama manusia”.
c. Norma Kesopanan ialah peraturan hidup yang timbul
dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat. Akibat dari pelanggaran
terhadap norma ini ialah dicela sesamanya, karena sumber norma ini adalah
keyakinan masyarakat yang bersangkutan itu sendiri.
Hakikat norma kesopanan adalah kepantasan, kepatutan, atau
kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Norma kesopanan sering disebut sopan
santun, tata krama atau adat istiadat. Norma kesopanan tidak berlaku bagi
seluruh masyarakat dunia, melainkan bersifat khusus dan setempat (regional) dan
hanya berlaku bagi segolongan masyarakat tertentu saja. Apa yang dianggap sopan
bagi segolongan masyarakat, mungkin bagi masyarakat lain tidak demikian.
Contoh norma ini diantaranya ialah :
a) “Berilah tempat terlebih dahulu kepada wanita di dalam
kereta api, bus dan lain-lain, terutama wanita yang tua, hamil atau membawa
bayi”.
b) “Jangan makan sambil berbicara”.
c) “Janganlah meludah di lantai atau di sembarang tempat”
dan.
d) “Orang muda harus menghormati orang yang lebih tua”.
Kebiasaan merupakan norma yang keberadaannya dalam masyarakat diterima sebagai
aturan yang mengikat walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah.
Kebiasaan adalah tingkah laku dalam masyarakat yang dilakukan
berulang-ulang mengenai sesuatu hal yang sama, yang dianggap sebagai aturan
hidup. Adat istiadat adalah kebiasaan-kebiasaan sosial yang sejak lama ada
dalam masyarakat dengan maksud mengatur tata tertib. Ada pula yang menganggap
adat istiadat sebagai peraturan sopan santun yang turun temurun Pada umumnya
adat istiadat merupakan tradisi. Adat bersumber pada sesuatu yang suci (sakral)
dan berhubungan dengan tradisi rakyat yang telah turun temurun, sedangkan
kebiasaan tidak merupakan tradisi rakyat.
d. Norma Hukum ialah peraturan-peraturan yang timbul dan
dibuat oleh lembaga kekuasaan negara. Isinya mengikat setiap orang dan
pelaksanaanya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara,
sumbernya bisa berupa peraturan perundangundangan, yurisprudensi, kebiasaan,
doktrin, dan agama.
Keistimewaan norma hukum terletak pada sifatnya yang memaksa,
sanksinya berupa ancaman hukuman. Penataan dan sanksi terhadap pelanggaran
peraturan-peraturan hukum bersifat heteronom, artinya dapat dipaksakan oleh
kekuasaan dari luar, yaitu kekuasaan negara.
Contoh norma ini diantaranya ialah :
a) “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa/ nyawa orang
lain, dihukum karena membunuh dengan hukuman setingi-tingginya 15 tahun”.
b) “Orang yang ingkar janji suatu perikatan yang telah diadakan,
diwajibkan mengganti kerugian”, misalnya jual beli.
c) “Dilarang mengganggu ketertiban umum”.
Hukum biasanya dituangkan dalam bentuk peraturan yang tertulis,
atau disebut juga perundang-undangan. Perundang-undangan baik yang sifatnya
nasional maupun peraturan daerah dibuat oleh lembaga formal yang diberi
kewenangan untuk membuatnya. Oleh karena itu, norma hukum sangat mengikat bagi
warga negara.
3. Hubungan Antar Norma
Kehidupan manusia dalam bermasyarakat, selain diatur oleh hukum
juga diatur oleh norma-norma agama, kesusilaan, dan kesopanan, serta
kaidah-kaidah lainnya. Kaidah-kaidah sosial itu mengikat dalam arti dipatuhi
oleh anggota masyarakat di mana kaidah itu berlaku. Hubungan antara hukum dan
kaidah-kaidah social lainnya itu saling mengisi artinya kaidah sosial mengatur
kehidupan manusia dalam masyarakat dalam hal-hal hukum tidak mengaturnya.
Selain saling mengisi, juga saling memperkuat. Suatu kaidah hukum, misalnya
“kamu tidak boleh membunuh” diperkuat oleh kaidah sosial lainnya. Kaidah agama,
kesusilaan, dan adat juga berisi suruhan yang sama. Dengan demikian, tanpa
adanya kaidah hukum pun dalam masyarakat sudah ada larangan untuk membunuh
sesamanya. Hal yang sama juga berlaku untuk “pencurian”, “penipuan”, dan
lain-lain pelanggaran hukum. Hubungan antara norma agama, kesusilaan, kesopanan
dan hukum yang tidak dapat dipisahkan itu dibedakan karena masing-masing
memiliki sumber yang berlainan. Norma Agama sumbernya kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa. Norma kesusilaan sumbernya suara hati. Norma kesopanan
sumbernya keyakinan masyarakat yang bersangkutan dan norma hukum sumbernya
peraturan perundang-undangan.
B. HAKIKAT DAN ARTI
PENTING HUKUM BAGI WARGA NEGARA
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum
Hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah-perintah dan
larangan-larangan) yang mengatur tata tertib dalam masyarakat yang seharusnya
ditaati oleh seluruh anggota masyarakat. Oleh karena itu, pelanggaran petunjuk
hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah/ penguasa.
Untuk lebih memudahkan batasan pengertian hukum, perlu kalian
ketahui unsur-unsur dan ciri-ciri hukum, yaitu:
a. Unsur-unsur hukum di antaranya ialah:
1) Peraturan mengenai tingkah laku dalam pergaulan masyarakat;
2) Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib;
3) Peraturan itu pada umumnya bersifat memaksa, dan
4) Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
b. Ciri-ciri hukum yaitu:
1) Adanya perintah dan larangan
2) Perintah dan larangan itu harus ditaati setiap orang.
2. Tujuan Hukum
Secara umum tujuan hukum dirumuskan sebagai berikut:
a. Untuk mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan
adil.
b. Untuk menjaga kepentingan tiap manusia supaya
kepentingan itu tidak dapat diganggu.
c. Untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam
pergaulan manusia.
Kalian dapat bayangkan, bagaimana kalau dalam masyarakat dan
negara tidak ada atau tidak berlaku hukum. Apa yang akan terjadi? Hukum sangat
penting bagi setiap orang dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Pertanyaan mengenai apa fungsi hukum itu dapat dikembalikan pada pertanyaan
dasar : Apakah tujuan hukum itu ? Tujuan pokok dari hukum adalah terciptanya
ketertiban dalam masyarakat. Ketertiban adalah tujuan pokok dari hukum.
Ketertiban merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat
manusia di manapun juga. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat diperlukan
adanya kepastian hukum dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat. Tanpa
kepastian hukum dan ketertiban masyarakat, manusia tidak mungkin mengembangkan
bakat-bakat dan kemampuan yang diberikan Tuhan kepadanya secara optimal. Dengan
demikian, tujuan hukum adalah terpelihara dan terjaminnya kepastian dan
ketertiban. Selain itu, menurut Mochtar Kusumaatmadja, tujuan lain dari hukum
adalah tercapainya keadilan. Namun, keadilan itu sering dipahami secara
berbeda-beda isi dan ukurannya, menurut masyarakat dan zamannya.
3. Pembagian Hukum
Hukum menurut bentuknya dibedakan antara hukum tertulis dan
hukum tak tertulis. Hukum Tertulis, yaitu hukum yang dicantumkan dalam berbagai
peraturan perundangan. Sedangkan Hukum Tak Tertulis, yaitu hukum yang masih
hidup dalam keyakinan dalam masyarakat tetapi tidak tertulis (disebut hukum
kebiasaan).
Apabila dilihat menurut isinya, hukum dapat dibagi dalam Hukum
Privat dan Hukum Publik. Hukum Privat (Hukum Sipil), yaitu hukum yang mengatur
hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan
menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan, misal Hukum Perdata. Adapun
Hukum Publik (Hukum Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara
dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara Negara dengan perseorangan
(warga negara).
Hukum Publik terdiri dari :
1). Hukum Tata Negara, yaitu hukum yang mengatur bentuk
dan susunan pemerintahan suatu negara serta hubungan kekuasaan antara alat-alat
perlengkapannya satu sama lain, dan hubungan antara Negara (Pemerintah Pusat)
dengan bagian-bagian Negara (daerah-daerah swantantra).
2). Hukum Administrasi Negara (Hukum Tata Usaha Negara atau
Hukum Tata Pemerintahan), yaitu hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas
(hak dan kewajiban) dari kekuasaan alat-alat perlengkapan negara.
3). Hukum Pidana (Pidana=hukuman), yaitu hukum yang mengatur
perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa yang
melanggarnya serta mengatur bagaimana cara-cara mengajukan perkara-perkara ke
muka pengadilan.
4). Hukum Internasional, yang terdiri dari Hukum Perdata
Internasional dan Hukum Publik Internasional. Hukum Perdata Internasional,
yaitu hukum yang mengatur hubungan-hukum antara warga negarawarga negara
sesuatu bangsa dengan warga negara-warga negara dari Negara lain dalam hubungan
internasional. Hukum Publik Internasional (Hukum Antara Negara), yaitu hukum
yang mengatur hubungan antara negara yang satu dengan negara-negara yang lain
dalam hubungan internasional.
4. Arti Penting Hukum bagi Warga Negara.
Kaji dengan seksama dan renungkan cerita berikut ini.
Seorang pencuri tertangkap tangan, kemudian dipukuli
beramai-ramai oleh masyarakat setempat. Menurut UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 pasal 1 ayat (3) Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya hukum
menjadi panglima dan memiliki kedudukan utama Jadi tidak dibenarkan masyarakat
menghakimi sendiri. Pencuri tersebut harus diserahkan pada polisi untuk
ditindak lebih lanjut, sesuai dengan proses hokum yang berlaku di Negara
Republik Indonesia. Bersalah atau tidaknya pencuri tersebut tergantung kepada
keputusan hakim (Pengadilan). Tindakan tersebut bertentangan dengan hak asasi
manusia sebagaimana diatur dalam pasal 28A, 28G dan 28I UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yaitu tentang “ Hak hidup, hak atas perlindungan diri dan
hak untuk tidak disiksa.”
Penduduk adalah seseorang yang tinggal di suatu tempat tertentu.
Apakah semua penduduk yang tinggal di tempat tertentu juga merupakan warga
negara? Apakah yang dimaksud warga negara? Tidak semua penduduk adalah warga
negara. Tidak semua orang yang tinggal dan menetap di Indonesia adalah warga
Negara Indonesia, karena ada pula warga negara lain. Menjadi warga negara
berarti memiliki ikatan dengan suatu negara. Warga negara Indonesia adalah
seseorang yang memiliki ikatan secara hukum dengan negara Indonesia.
Menurut Pasal 26 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berbunyi:
(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia
asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-undang sebagai
warganegara.
(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia
(3)Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan
undang-undang.
Yang dimaksud dengan undang-undang dalam Pasal 26 ayat 3
tersebut di atas adalah UU RI No.12 Tahun 2006
Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Dalam Pasal 1 ayat (1)-nya dinyatakan bahwa: “Warga Negara
adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan
perundang-undangan”. Orang tersebut harus tunduk terhadap hukum yang berlaku di
Indonesia serta memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan hukum
Indonesia dimana pun orang tersebut tinggal. Seorang yang hanya menjadi
penduduk memiliki ikatan karena dia tinggal di tempat tersebut. Orang tersebut
memiliki hak dan kewajiban terkait dengan tinggalnya di tempat tersebut. Hak
tersebut, misalnya hak untuk mendapatkan perlindungan, tetapi dia tidak berhak
untuk memilih dan dipilih ditempat tinggalnya itu karena dia bukan warga
negara. Kewajibannya sebagai penduduk juga terbatas, misalnya wajib melaporkan
diri dan wajib membayar pajak tertentu saja. Hak dan kewajiban sebagai penduduk
berakhir pada saat penduduk tersebut pindah tempat tinggal ke daerah lain atau
negara lain. Misalnya, Habiburrahman adalah Warga Negara Indonesia, yang
tinggal di Mesir. Oleh karena itu Habiburrahman memiliki hak dan kewajiban
sebagai penduduk Mesir. Hal tersebut akan berakhir, jika kemudian ia berpindah
ke Singapura. Hak dan kewajiban sebagai penduduk berakhir bersamaan dengan
pindahnya seseorang ke tempat tinggal lain. Akan tetapi hak dan kewajiban
sebagai warga negara selalu ada dan melekat sepanjang tetap sebagai warga
negara. Artinya hak dan kewajiban Habiburrahman sebagai warga negara Indonesia
tetap ada dan melekat sepanjang dia masih menjadi WNI, meskipun dia tinggal di
Mesir, Singapura, atau tempat lainya.
Warga negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli
atau orang asing yang disahkan menjadi warga negara berdasarkan ketentuan
undang-undang. Yang dimaksud dengan “bangsa Indonesia asli” adalah orang
Indonesia yang menjadi warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak
pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri. Orang asing dapat
memperoleh status kewarganegaraan setelah memenuhi syarat sesuai dengan
ketentuan undang-undang. Orang asing yang ingin menjadi warga negara Indonesia
(naturalisasi) harus mengajukan permohonan kepada Presiden untuk menjadi warga
negara Indonesia dan memenuhi syarat tertentu.
Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah
menikah;
b. Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal
diwilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berurut-urut
atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut.
c. Sehat jasmani dan rohani;
d. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;
e. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana
yang di-ancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun lebih;
f. Jika dengan memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia,
tidak menjadi kewarganegaraan ganda;
g. Mempunyai pekerjaan dan /atau berpenghasilan tetap;
h. Membayar uang pewarganegaraan ke kas negara.
Status sebagai warga negara Indonesia juga dapat hilang karena
berbagai hal, diantaranya adalah memperoleh kewarganegaraan lain karena kemauan
sendiri, masuk dalam dinas tentara asing tanpa ijin terlebih dahulu dari
presiden.
Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban terhadap
negaranya. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya”. Sebaliknya, negara mempunyai kewajiban memberikan
perlindungan terhadap warga negaranya. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang
Republik Indonesian nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
5. Siapa Warga Negara
Pasal 4 dan 5 UU RI No.12 Tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menyatakan bahwa warga negara adalah
:
a. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundangundangan dan
atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain
sebelum Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia;
b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah
dan ibu Warga Negara Indonesia;
c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah
Warga Negara Indonesia dan ibu warga Negara asing;
d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah
warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia;
e. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu
Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau
hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak
tersebut;
f. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari
setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga
Negara Indonesia;
g. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu
Warga Negara Indonesia;
h. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu
warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai
anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan
belas) tahun atan belum kawin;
i. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia
yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
j. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara
Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui;
k. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila
ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui
keberadaannya;
l. Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia
dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari
negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak
yang bersangkutan;
m. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan
permohonan kewarganegaraannya,kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
n. Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan
yang sah, belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin diakui secara
sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai Warga
Negara Indonesia.
o. Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun
diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan
pengadilan tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
C. MENERAPKAN NORMA-NORMA, KEBIASAAN, ADAT ISTIADAT, DAN
PERATURAN YANG BERLAKU DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA
Kalian tentu sering mendengar keluhan warga masyarakat tentang
banyaknya pelanggaran terhadap norma-norma, kebiasaan, adat istiadat, dan
peraturan yang berlaku. Apa akibatnya? Akibatnya tentu kalian dapat menjawab,
yaitu timbulnya kekacauan atau ketidaktertiban masyarakat. Merasa nyamankah
kalian hidup dalam masyarakat yang kacau atau tidak tertib? Tentu saja tidak.
Untuk itu marilah kita terapkan normanorma, kebiasaan, adat istiadat, dan
peraturan yang berlaku dengan sebaik-baiknya. Dalam lingkungan apa saja
penerapan itu kita lakukan? Penerapan itu bisa kita lakukan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Penerapan norma-norma, kebiasaan, adat
istiadat, dan peraturan yang berlaku itu pada dasarnya berkaitan dengan
penggunaan hak dan pemenuhan kewajiban. Marilah kita mulai dari lingkup yang
paling dekat, mulai dari hak dan kewajiban di rumah. Selanjutnya lebih luas
dalam kehidupan di sekolah, dalam kebidupan masyarakat, dan dalam kehidupan
bernegara.
1. Hak dan Kewajiban di Rumah
Marilah kita tunaikan hak dan kewajiban kita di rumah, yaitu
antara lain :
a. Menata kembali tempat tidur sehabis bangun tidur,
terutama di pagi hari.
b. Beribadah melakukan kewajiban kepada Tuhan dengan ibu
dan ayah saya serta saudara-saudara saya.
c. Membantu ayah dan ibu di rumah dengan tulus
ikhlas. Contohnya antara lain : menyapu halaman rumah.
d. Belajar, menonton TV atau bermain tetapi harus sesuai
norma–norma dalam kehidupan keluarga. Dengan kata lain kalian mempunyai hak
untuk bersenang-senang, tetapi juga tidak boleh melupakan kewajiban.
2. Hak dan Kewajiban di Sekolah
Hak dan kewajiban kalian di sekolah antara lain :
a. Belajar dengan tekun.
Ini berarti kalian harus rajin pergi ke sekolah menuntut ilmu
pengetahuan dan teknologi. Menuntut ilmu sangat penting, karena merupakan bekal
hidup kita. Orang yang tidak memiliki ilmu biasanya hidup susah. Karena itu
kita harus rajin belajar. Orang yang memiliki ilmu pengetahuan, biasanya hidup
senang. Belajarlah supaya pintar. Kepintaran yang disertai dengan keluhuran
budi sangat dibutuhkan oleh bangsa Negara untuk mencapai kesejahteraan demi kemajuan
bersama.
b. Mematuhi tata tertib sekolah misalnya :
1) Sebelum belajar kalian merapikan meja dan kursi serta papan
tulis, kemudian berdoa.
2) Kalian belajar bersama bapak guru. Membaca, menulis,
melakukan kegiatan di laboratorium, berdiskusi, berkesenian, berolah raga
dengan riang gembira. Kalian
3) Ketika bel berbunyi tanda beristirahat, ke luar kelas.
3. Hak dan Kewajiban di Masyarakat.
Hal–hal yang perlu diperhatikan antara lain :
a. Dengan tetangga dan masyarakat, kalian harus
senantiasa tolong menolong.
b. Bersama-sama mereka, kalian wajib menjaga kebersihan
dan keamanan serta ketertiban lingkungan.
c. Selain memiliki kewajiban di masyarakat, kalian
juga memiliki hak seperti hak untuk berpendapat dalam musyawarah, dihormati dan
bergaul dengan orangorang di lingkungan masyarakat. Sungguh hidup kita di
masyarakat akan senang dan tenteram jika kita tahu hak dan kewajiban kita.
4. Hak dan Kewajiban sebagai warga negara.
Sebagai warga negara Indonesia, kita harus membela tanah air.
Kita mempertahankan bumi pertiwi dari segala ancaman, seperti para pejuang dan
pahlawan kita yang dengan gagah berani dan pantang menyerah melawan penjajah.
Mereka rela mengorbankan jiwa dan raganya, agar negeri kita bebas dari
penjajahan dan menjadi negeri yang merdeka. Sekarang ini kalian juga punya
kewajiban belajar dengan tekun dan berprestasi. Kita harus mengharumkan
Indonesia, seperti teman-teman kita yang menjadi juara lomba olimpiade
matematika dan fisika atau para atlet olahraga. Rudi Hartono dan Susi Susanti
adalah dua atlet bulutangkis kita yang sangat terkenal di dunia.
Bagaimanakah cara kita melaksanakan kewajiban kepada negara?
Siswa harus belajar dengan tekun, penumpang naik kendaraan umum
di halte, sopir menaati peraturan lalu lintas, orang membayar pajak. Kita wajib
memelihara kebersihan sekolah, jalan, halte dan terminal. Selain kewajiban,
kita juga mempunyai hak. Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan
mendapat pekerjaan. Kita juga berhak memilih teman dan pemimpin. Kita juga berhak
untuk dipilih menjadi ketua kelompok, ketua kelas dan ketua RT, Kepala Desa dan
Bupati, Gubernur bahkan Presiden. Selain warga negara mempunyai hak dan
kewajiban juga harus patuh pada aturan hukum dalam keluarga dan masyarakat
https://asefts63.wordpress.com/materi-pelajaran/pkn-kls-7/norma-norma-yang-berlaku-dalam-kehidupan-bermasyarakat-berbangsa-dan-bernegara/
Penerapan hukum
di indonesia
Hukum menurut beberapa
ahli adalah:
1.
Plato, dilukiskan dalam bukunya Republik. Hukum adalah sistem peraturan-peraturan
yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.
2. Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.
3. Austin, hukum adalah sebagai peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya (Friedmann, 1993: 149).
4. Bellfoid, hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat itu didasarkan atas kekuasaan yang ada pada masyarakat.
5. Mr. E.M. Mayers, hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan ditinjau kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.
6. Duguit, hukum adalah tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang melanggar peraturan itu.
7. Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak dari orang yang satu dapat menyesuaikan dengan kehendak bebas dari orang lain memenuhi peraturan hukum tentang Kemerdekaan.
8. Van Kant, hukum adalah serumpun peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang diadakan untuk mengatur melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.
9. Van Apeldoorn, hukum adalah gejala sosial tidak ada masyarakat yang tidak mengenal hukum maka hukum itu menjadi suatu aspek kebudayaan yaitu agama, kesusilaan, adat istiadat, dan kebiasaan.
10. S.M. Amir, S.H.: hukum adalah peraturan, kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi.
11. E. Utrecht, menyebutkan: hukum adalah himpunan petunjuk hidup –perintah dan larangan– yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa itu.
12. M.H. Tirtaamidjata, S.H., bahwa hukum adalah semua aturan (norma) yang harus dituruti dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.
13. J.T.C. Sumorangkir, S.H. dan Woerjo Sastropranoto, S.H. bahwa hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman.
14. Soerojo Wignjodipoero, S.H. hukum adalah himpunan peraturan-peraturan hidup yang bersifat memaksa, berisikan suatu perintah larangan atau izin untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu atau dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.
15. Dr. Soejono Dirdjosisworo, S.H. menyebutkan aneka arti hukum yang meliputi: (1) hukum dalam arti ketentuan penguasa (undang-udang, keputusan hakim dan sebagainya), (2) hukum dalam arti petugas-petugas-nya (penegak hukum), (3) hukum dalam arti sikap tindak, (4) hukum dalam arti sistem kaidah, (5) hukum dalam arti jalinan nilai (tujuan hukum), (6) hukum dalam arti tata hukum, (7) hukum dalam arti ilmu hukum, (8) hukum dalam arti disiplin hukum.
16. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A., dan Purnadi Purbacaraka, S.H. menyebutkan arti yang diberikan masyarakat pada hukum sebagai berikut:
a. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran.
b. Hukum sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi.
c. Hukum sebagai kaidah, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan.
d. Hukum sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu.
e. Hukum sebagai petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum.
f. Hukum sebagai keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi yang menyangkut keputusan penguasa.
g. Hukum sebagai proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal-balik antara unsur-unsur pokok sistem kenegaraan.
h. Hukum sebagai sikap tindak ajeg atau perikelakuan yang teratur, yaitu perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.
i. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan-jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang siagap baik dan buruk.
17. Otje Salman, S.H.: dilihat dari kenyataan sehari-hari di lingkungan masyarakat mengartikan atau memberi arti pada hukum terlepas dar apakah itu benar atau keliru, sebagai berikut:
a. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, diberikan oleh kalangan ilmuan.
b. Hukum sebagai disiplin, diberikan oleh filosof, teoritis dan politisi (politik hukum).
c. Hukum sebagai kaidah, diberikan oleh filosof, orang yang bijaksana.
d. Hukum sebagai Lembaga Sosial, diberika oleh filosof, ahli Sosiaologi Hukum.
e. Hukum sebagai tata hukum, diberikan oleh DPR. Dan eksekutif (di Indonesia).
f. Hukum sebagai petugas, diberikan oleh tukang beca, pedagang kaki lima.
g. Hukum sebagai keputusan penguasa, diberikan oleh atasan dan bawahan dalam suatu Instansi atau lembaga negara.
h. Hukum sebagai proses pemerintah, diberika oleh anggota dan pimpinan eksekutif.
i. Hukum sebagai sarana sistem pengandalian sosial, diberikan oleh para pembentuk dan pelaksana hukum.
j. Hukum sebagai sikap tindak atau perikelakuan ajeg, diberikan oleh anggota dan pemuka masyarakat.
k. Hukum sebagai nilai-nilai diberikan oleh filosof, teorotis (ahli yurisprudence).
l. Hukum sebagai seni, diberikan oleh mereka yang peka terhadap lingkungannya; ahli karikatur.
2. Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.
3. Austin, hukum adalah sebagai peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya (Friedmann, 1993: 149).
4. Bellfoid, hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat itu didasarkan atas kekuasaan yang ada pada masyarakat.
5. Mr. E.M. Mayers, hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan ditinjau kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.
6. Duguit, hukum adalah tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang melanggar peraturan itu.
7. Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak dari orang yang satu dapat menyesuaikan dengan kehendak bebas dari orang lain memenuhi peraturan hukum tentang Kemerdekaan.
8. Van Kant, hukum adalah serumpun peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang diadakan untuk mengatur melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.
9. Van Apeldoorn, hukum adalah gejala sosial tidak ada masyarakat yang tidak mengenal hukum maka hukum itu menjadi suatu aspek kebudayaan yaitu agama, kesusilaan, adat istiadat, dan kebiasaan.
10. S.M. Amir, S.H.: hukum adalah peraturan, kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi.
11. E. Utrecht, menyebutkan: hukum adalah himpunan petunjuk hidup –perintah dan larangan– yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa itu.
12. M.H. Tirtaamidjata, S.H., bahwa hukum adalah semua aturan (norma) yang harus dituruti dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.
13. J.T.C. Sumorangkir, S.H. dan Woerjo Sastropranoto, S.H. bahwa hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman.
14. Soerojo Wignjodipoero, S.H. hukum adalah himpunan peraturan-peraturan hidup yang bersifat memaksa, berisikan suatu perintah larangan atau izin untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu atau dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.
15. Dr. Soejono Dirdjosisworo, S.H. menyebutkan aneka arti hukum yang meliputi: (1) hukum dalam arti ketentuan penguasa (undang-udang, keputusan hakim dan sebagainya), (2) hukum dalam arti petugas-petugas-nya (penegak hukum), (3) hukum dalam arti sikap tindak, (4) hukum dalam arti sistem kaidah, (5) hukum dalam arti jalinan nilai (tujuan hukum), (6) hukum dalam arti tata hukum, (7) hukum dalam arti ilmu hukum, (8) hukum dalam arti disiplin hukum.
16. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A., dan Purnadi Purbacaraka, S.H. menyebutkan arti yang diberikan masyarakat pada hukum sebagai berikut:
a. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran.
b. Hukum sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi.
c. Hukum sebagai kaidah, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan.
d. Hukum sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu.
e. Hukum sebagai petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum.
f. Hukum sebagai keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi yang menyangkut keputusan penguasa.
g. Hukum sebagai proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal-balik antara unsur-unsur pokok sistem kenegaraan.
h. Hukum sebagai sikap tindak ajeg atau perikelakuan yang teratur, yaitu perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.
i. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan-jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang siagap baik dan buruk.
17. Otje Salman, S.H.: dilihat dari kenyataan sehari-hari di lingkungan masyarakat mengartikan atau memberi arti pada hukum terlepas dar apakah itu benar atau keliru, sebagai berikut:
a. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, diberikan oleh kalangan ilmuan.
b. Hukum sebagai disiplin, diberikan oleh filosof, teoritis dan politisi (politik hukum).
c. Hukum sebagai kaidah, diberikan oleh filosof, orang yang bijaksana.
d. Hukum sebagai Lembaga Sosial, diberika oleh filosof, ahli Sosiaologi Hukum.
e. Hukum sebagai tata hukum, diberikan oleh DPR. Dan eksekutif (di Indonesia).
f. Hukum sebagai petugas, diberikan oleh tukang beca, pedagang kaki lima.
g. Hukum sebagai keputusan penguasa, diberikan oleh atasan dan bawahan dalam suatu Instansi atau lembaga negara.
h. Hukum sebagai proses pemerintah, diberika oleh anggota dan pimpinan eksekutif.
i. Hukum sebagai sarana sistem pengandalian sosial, diberikan oleh para pembentuk dan pelaksana hukum.
j. Hukum sebagai sikap tindak atau perikelakuan ajeg, diberikan oleh anggota dan pemuka masyarakat.
k. Hukum sebagai nilai-nilai diberikan oleh filosof, teorotis (ahli yurisprudence).
l. Hukum sebagai seni, diberikan oleh mereka yang peka terhadap lingkungannya; ahli karikatur.
Penerapan
Hukum di Indonesia
Hukum
adalah aturan secara resmi yang mengikat masyarakatnya berupa larangan-larangan
dan peraturan-peraturan yang di buat untuk mengatur masyarakat suatu negara.
Hukum juga dapat di artikan sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar
masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana dan perdata dan juga sebagai
perlindungan hak asasi manusia. Secara umum fungsi hukum adalah untuk
menertibkan dan mengatur masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang
timbul.
Hukum
di Indonesia adalah negara yang menganut sistem hukum campuran dengan sistem
hukum utama yaitu sistem hukum Eropa Kontinental. Sistem hukum Eropa
Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai
ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan
ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Selain itu di Indonesia
juga berlaku sistem hukum adat dan sistem hukum agama yang mengikat
masyarakatnya.
Hukum
adat adalah seperangkat norma dan aturan yang berlaku di suatu wilayah. Hukum
adat cenderung masih mengandung unsur kepercayaan terhadap nenek moyang di
wilayah tersebut yang sulit untuk di tinggalkan. Sedangkan hukum agama adalah
sistem hukum yang berdasarkan ketentuan agama tertentu yang terdapat
dalam Kitab Suci masing-masing agama.
Pada
pelaksanaan hukum maupun penegakan hukum di Indonesia masih tergolong memiliki
kelemahan yang di latarbelakangi oleh sanksi hukum. Secara keseluruhan bentuk
sanksi yang diterima oleh pelaku kejahatan yang merugikan banyak orang sering
tidak sebanding dengan kejahatan yang tergolong kecil. Meskipun kecil maupun
besar kejahatan tersebut tetap saja hal tersebut dapat di katakan sebagai
kejahatan yang harus di tegakan keadilannya. Sebagai contoh ketidaktegasan
hukum di Indonesia adalah hukum dapat di perjual belikan pada pihak yang
mempunyai kekuasaan. Tapi semua itu kembai ke diri kita masing-masing apakah
kita sudah mematuhi hukum sepenuhnya, kalau belum bagaimana kita mengubah
negeri ini sedangkan diri kita belum sepenuhnya menaati hukum yang berlaku.
Penegak
hukum di Indonesia yang mash terbilang lemah dan tidak tegas itu dapat kita
lihat dari kasus-kasus seperti kasus lalulintas, persidangan san yang sering
kita lihat di acara-acaran berita televisi. Begitu miris kita melihatnya dari
kesaksian maupun dari pihak penegak hukum yang sepertinya pura-pura tidak tahu menahu
tentang kebohongan yang para pelaku katakana. Tidak malukah penegak hukum kita
dengan kejadian tersebut, padahal mereka sadar hukum dan di sumpah untuk
berlaku jujur dalam menjalankan tugas mereka ddalam menegakkan hukum di
Indonesia.
Berdasarkan UUD
1945 Indonesia merupakan Negara hukum. Semua rakyatnya memiliki kedudukan yang
sama di mata hukum. Tetapi apakah dalam penerapannya sudah sesuai dengan UUD
tersebut?
Sepertinya
amanat itu belum dapat terealisasikan bahkan setelah Indonesia telah lebih dari
½ abad memperoleh kemerdekaan. Sepertinya kita pun hanya berangan untuk
mendapatkan keadilan yang setara di Indonesia. Apabila kita cermati hukum
di Indonesia saat ini penuh dengan kebobrokan kalaupun hukum ditegakan
unsur diskriminatif terlihat jelas dalam proses penegakan hukum tersebut.
Praktik-praktik
penyelewengan dalam proses hukum seperti mafia peradilan, proses peradilan
hukum yang diskriminatif, jual-beli putusan hakim, atau tebang pilih kasus
merupakan realitas sehari-hari yang secara nyata dapat kita lihat dalam praktik
penegakan hukum di Negara ini. Dampak dari penyelewangan hukum ini adalah
kerusakan dan kehancuran di segala bidang (politik, perekonomian, budaya dan
social). Selain itu menyebabkan masyarakat kehilangan rasa hormat dan timbulnya
ketidak percayaan terhadap aparat penegak hukum di negeri ini. Sehingga membuat
masyarakat mencari keadilan sendiri. Oleh karena, itu praktik main hakim
sendiri sangat terlihat di masyarakat kita. Contoh kasus upaya pembacokan
seorang hakim yang terlibat kasus korupsi oleh seorang aktivis LSM karena sang
pelaku geram dengan para pelaku korupsi yang merugikan Negara ini.
Sebenarnya
apakah masalah yang menyebabkan sulitnya penegakan hukum di Indonesia? Jika
dikaji secara mendalam terdpat beberapa factor sulitanya penegakan hukum di
Indonesia yaitu:
1. Lemahnya
“politic will” dan “politic action” para pemimpin Negara.
Dimana
supermasi hukum masih sebatas retrorika dan jargo-jargon politik belaka yang
berngaung ketika kampanye tanpa bukti yang pasti.
2. Campur
tangan politik
Banyak sekali
kasus hukum di Indonesia yang terhambat karena adanya campur tangan politik
didalamnya. Sebut saja kasus Bank Century yang berpotensi menyeret kalangan
eksekutif ke jalur hukum, mudurnya Sri Mulyani dari mentri keuangan lantaran
diduga terkait kasus ini. Serta kasus yang terbaru penyalahgunaan dana wisma
atlet yang menyeret Nazarudin sebagai tersangka dimana ia adalah salah seorang
bendahara umum di salah satu partai yang tengah berkuasa di Indonesia dan
walaupun masih dugaan kasus ini banyak melibatkan para penguasa di Negara ini.
Seharusnya hukum tidak bisa dicampur adukan dengan politik. Hukum tidak bisa
pandang bulu siapapun itu yang terlibat di dalamnya harus benar-benar diganjar
hukuman sesuai perbuatannya tanpa melihat siapa dan apa kedudukannya di Negara
ini.
3. Kedewasaan
Berpolitik
Berbagai sikap
yang diperlihatkan oleh partai politik saat kadernya terkena kasus poltik
sesungguhnya memperlihatkan ketidak dewasaan para elit politik di Negara hukum
ini. Sikap saling sandera serta cenderung mengadvokasi para kader termasuk
ketidakmauan untuk memberikan informasi kepada aparat penegak hukum terkait
dengan beberapa kasus korupsi yang sedang berlangsung saat ini. Sikap
kooperatif dan transparansi dalam penegakan hukum dianak tirikan, sedangkan
politik pencitraan diutamakan agar tetap eksis di hadapan masyarakat.
4. Peraturan
perundangan yang lebih berpihak kepada kepentingan penguasa dibandingkan
kepentingan rakyat.
Hal ini dapat
terliahat jelas terhadap hukuman yang diberikan kepada para penguasa yang
terjerat kasus korupsi hanya diberikan hukuman yang ringan padahal mereka
sangat merugikan Negara sedangkan rakyat kecil yang melakukan kesalahan
dikarenakan kemiskinan yang menjerat mereka dihukum dengan berat tanpa adanya perikemanusiaan.
5. Rendahnya
integritas moral, kredibilitas, profesionalitas dan kesadaran hukum aparat
penegak hukum dalam menegakan hukum.
Moral yang ada
di beberapa aparat penegak hukum di Indonesia saat ini bisa dikatakan sangat
rendah. Mereka dapat dengan mudahnya disuap oleh para tersangka agar mereka
bisa terbebas atau paling tidak mendapat hukuman yang rendah dari kasus hukum
yang mereka hadapi. Padahal para aparat ini telah disumpah saat ia memangkuh
jabatannya sebagai penegak hukum. Terjadi pelanggaran moral ini kerena
kebutuhan ekonomi yang terlalu berlebihan dibanding kebutuhan psikis yang
seharusnya sama. Hakikat manusia adalah makhluk budaya yang
menyadari bahwa yang benar , yang indah dan yang baik adalah keseimbangan
antara kebutuhan ekonomi dan kebutuhan psikhis dan inilah yang menjadi tujuan
hidup manusia. Kebahagiaan jasmani dan kebahagiaan rohani tercapai dalam
keadaan seimbang artinya perolehan dan pemanfaatan harta kekayaan terjadi dalam
suasana tertib, damai dan serasi (nilai etis, moral).
6. Faktor
Sosial Masyrakat
Penegakan hukum
berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk masyarakat. Oleh karena itu,
masyarakat mempunyai pengaruh dalam proses penegakan hukum. Tetapi masyarakat
Indonesia cenderung menyerahkan semuanya terhadap para aparat tanpa adanya
pengawasan. Akibatnya baik buruknya hukum selalu dikaitkan dengan pola perilaku
para penegak hukum. Padahal proses peradilan bukan hanya tentang pasal-pasal
melainkan proses perilaku masyarakat dan berlangsung dalam struktur social
tertentu.
7. Ekonomi
Factor ekonomi
juga sangat mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia, antara lain:
1.
Penghasilan kurang mencukupi kebutuhan hidup,
2.
Kebutuhan hidup yang mendesak,
3. Gaya
hidup konsumtif dan materialistis, tak dipungkiri, pola hidup seperti ini
menghinggapi sebagian besar penduduk bumi. Dibenaknya yang terpikir hanya uang,
5.
Rendahnya gaji PNS,
6. Sikap
mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal.
Untuk bisa
menegakan hukum sesuai dengan amanat UUD 1945 maka para aparat hukum haruslah
taat terhadapa hukum dan berpegang pada nilai-nilai moral dan etika yang
berlaku di masyarakat. Apabila kedua unsur ini terpenuhi maka diharapkan
penegakan hukum secara adil juga dapat terjadi di Indonesia.
Kejadian-kejadian
yang selama ini terjadi diharapkan dapat menjadi proses mawas diri bagi para
aparat hukum dalam penegakan hukum di Indonesia. Sikap mawas diri merupakan
sifat terpuji yang dapat dilakukan oleh para aparat penegak hukum disertai
upaya pembenahan dalam system pengakan hukum di Indonesia.
Peranan
masyarakat dan penegak hukum
Peranan Masyarakat
Didalam
kehidupan bernegara, rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi yang
partisipasinya berada dalam posisi yang penting. Ini semua adalah imbas dari
revolusi masyarakat kita pada tahun1998-1999. Dampak dari itu semua, masyarakat
menjadi lebih kritis dan terbuka mengakaji serta mengkritisi
kebijakan-kebijakan yang akan dan tengah dilakukan pemerintah.Tidak seperti
pada masa orde baru yang serba terbatas dan juga dalam proses pembangunan,
masyarakat punya hak-hak pengawasannya. Di dalam Undang-Undang Dasar 1945
dikatakan ‘kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar’ (Bab I pasal 1 ) dan juga, ’setiap orang berhak untuk
memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun
masyarakat bangsa dan negara’ (UUD 1945 pasal 28C). Dengan ini, masyarakat
dituntut aktif karena masyarakat itu sendiri wajib mengetahui secara pasti kemana
arah pembangunan bangsanya.
Selain itu,
peran warga negara dalam bidang hukum. Erat kaitannya dengan prinsip demokrasi.
Masalah persamaan hukum telah diatur dalam konstitusi di Indonesia yaitu pasal
28D. Warga negara yang aktif harus melakukan tiga hal untuk mewujudkan
demokrasi konstitusional, yaitu menciptakan budaya taat hukum yang sehat
(culture of law), ikut serta dalam proses pembuatan hukum yang aspiratif
(process of law making), mendukung pembuatan materi-materi hukum yang responsif
(content of law), ikut menciptakan dan membantu aparat penegak hukum (structure
of law).
Suatu Negara
yang sehat dan benar harus memiliki beberapa faktor, diantaranya :
·
Adanya
perlindungan demokrasi konstitusional.
·
Adanya
kekuasaan peradilan yang bebas dan tidak memihak.
·
Adanya
pemilihan umum yang bebas.
·
Adanya
kebebasan untuk menyatakan pendapat dan berserikat.
·
Adanya
tugas-tugas oposisi. dan,
·
Adanya
pendidikan civils.
Seorang warga
negara yang baik harus memahami apa peran dirinya dalam suatu negara. Bagaimana
cara memposisikan dirinya dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara.
Mewujudkan Negara hukum yang demokratis, bebas aktif, dan tentu saja bersifat
positif (membangun).
Peranan Penegak Hukum
Lembaga Hukum Indonesia
Lembaga hukum berarti sebuah lembaga
yang memiliki kekuatan hukum dan bertugas untuk menegakkan keadilan hukum di
meja pengadilan. Ada beberapa lembaga penegak hukum. Perlu ditekankan lagi,
menegakkan hukum berarti bersifat objektif dan tidak pandang bulu. Di mata
hukum semua golongan masyarakat memiliki kedudukan sama. Berbeda dengan yang
hanya menjalankan, karena berpotensi melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum.
Berikut adalah lembaga-lembaga hukum yang ada di Indonesia
Kepolisian Negara RI
Salah satu Anggota Muspika (Musyawarah Pimpinan
Kecamatan adalah Kepolisian. Lembaga yang
pertama ini sudah sangat familiar dengan masyarakat. Keberadaannya
bersinggungan langsung dengan masyarakat. Ada banyak unit yang berada dalam
lembaga kepolisian RI. Misalkan saja unit cyber crime yang melindungi masyarakat
dari kejahatan pelanggaran hukum di dunia maya dan SATLANTAS (Satuan Lalu
Lintas) yang mengatur mengenai kehidupan lalu lintas di jalanan umum (Baca
: Peran Lembaga Pengendalian Sosial)
Fungsi dari kepolisian sudah ditetapkan oleh pemerintah. Berarti
keberadaannya telah dijamin pula oleh pemerintah. Menurut Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia : Menyebutkan bahwa “Fungsi kepolisian adalah salah satu
fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat.”
Kepolisian Negara RI biasanya juga
membantu keberlangsungan lembaga-lembaga pemerintahan lain. Contohnya mengawal
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Direktorat Jenderal lain yang membutuhkan
bantuan pengawalan hukum. Keberadaan kepolisian sudah merata mulai dari tingkat
pusat hingga daerah-daerah. Baca juga : Tugas dan Fungsi TNI POLRI
Di daerah, ada satuan kepolisian yang
biasa disebut Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja). Satuan ini biasanya
menegasi hukum dan ketertiban masyarakat agar kehidupan dalam bermasyarakat di
daerah tersebut tetap aman dan tentram. Yang sering diangkat oleh media massa
adalah aksi Satpol PP yang seringkali menertibkan PKL (Pedagang Kaki Lima) liar
serta para GePeng (Gelandangan dan Pengemis) yang merusak tata kota dan
kenyamanan umum
Mahkamah Konstitusi
MK atau Mahkamah Konstitusi menangani
kasus-kasus hukum di atas meja peradilan. Lembaga ini sangat berperan dalam
penegakan hukum. Alasannya sederhana saja, meja peradilan adalah ujung yang
memutuskan suatu perkara akan ditindaklanjuti, terutama persengketaan yang
memang belum ada yurisprudensinya
Keberadaan Mahkamah Konstitusi baru
disahkan mulai tahun 2003 dengan menuangkan poin mengenai Mahkamah Konstitusi
ke dalam undang-undang. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 yang disahkan di
bulan Agustus tahun tersebut mengatur tentang Mahkamah Konstitusi. Untuk memahami
siapa saja subjek dari Mahkamah Konstitusi, silahkan simak uraian berikut :
·
Hakim Konstitusi
Hakim yaitu orang yang memiliki wewenang
menghakimi suatu perkara. Hakim di Mahkamah Konstitusi boleh menyandang jabatan
selama dua periode, di mana setiap periodenya memiliki jangka waktu 5 tahun
(Baca : Wewenang
Mahkamah Konstitusi ). Ada 9 orang hakim
konstitusi yang masing-masing terdiri dari :
1.
3 orang pilihan dari
Mahkamah Agung (MA)
2.
3 orang pilihan dari Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR)
3.
3 orang pilihan dari
Presiden
·
Ketua Mahkamah Konstitusi
Ketua Mahkamah Konstitusi adalah
seseorang yang menjadi kepala dalam institusi MK. Seorang Kepala MK dipilih
oleh para hakim konstitusi untuk jabatan 3 tahun lamanya
Mahkamah Agung
MA yang mempunyai memiliki hirarki
kedudukan tinggi dalam system peradilan di Indonesia. MA akan mengadili
perkara-perkara tingkat kasasi. Tugas dan fungsi MA juga
bermacam-macam. Baca : Tugas Mahkamah
Agung Menurut Undang-Undang. Sementara itu, Ada
beberapa tingkat peradilan seperti berikut :
1.
Tingkat pertama : diadili
oleh Pengadilan Negeri
2.
Tingkat kedua : diadili oleh
Pengadilan Tinggi
3.
Tingkat kasasi : diadili
oleh Mahkamah Agung
Ruang lingkup Mahkamah Agung meliputi
berbagai lingkup peradilan. Mulai dari lingkup peradilan umum hingga militer.
Dikarenakan kewenangannya yang melingkupi wilayah kasasi, Mahkamah Agung juga
berhak memberikan pertimbangan kepada Presiden mengenai penjatuhan grasi dan
rehabilitasi. Adapun alur susunan dalam tubuh Mahkamah Agung adalah sebagai
berikut :
·
Calon Hakim Agung : Para
calon Hakim Agung adalah kandidat hasil usulan Komisi Yudisial (KY)
kepada DPR. Akan
tetapi pengesahannya dilakukan oleh Presiden
·
Hakim Agung : berisikan maksimal 60 orang anggota yang dapat
diambil berdasarkan karir kehakiman atau profesionalitas akademik.
·
Ketua Mahkamah Agung : Ketua
Mahkamah Agung hanya berjumlah satu orang dari sekian anggota Hakim Agung. Di
samping itu, jabatan sebagai ketua dapat juga diusulkan oleh Presiden langsung
yang diambil dari kalangan professional.
Pengadilan Militer
Ada beberapa tingkat di Pengadilan
Militer. Sejatinya, pengadilan militer adalah representasi kekuatan kehakiman
di lingkungan angkatan bersenjata. Pembentukannya telah dipertimbangkan
berdasarkan keamanan Negara. Lingkungan peradilan militer juga diklasifikasikan
berdasarkan tingkat, sebagaimana berikut :
1.
Peradilan Militer tingkat A
berada di kota tempat KODAM
2.
Peradilan Militer tingkat B
berada di kota tempat KOREM
Sementara itu, peradilan militer yang
berjenjang memiliki hirarki sebagaimana berikut :
Pengadilan Militer Tinggi
Terdakwa dari pengadilan ini adalah para
prajurit dengan pangkat di atas mayor. Ada 5 orang yang menjadi hakim dalam
peradilan ini.
·
1 orang ketua
·
2 orang anggota
·
1 orang oditur militer
tinggi (oditur memiliki tugas dan fungsi yang hampir sama dengan kejaksaan di
bidang penuntutan)
·
1 orang panitera
Pengadilan Militer Utama
Di sini, perkara-perkara yang telah
dihasilkan dari pengadilan militer tinggi dan dimintakan banding akan
dilakukan. Singkatnya, pengadilan yang berada di bawah MA ini merupakan
lanjutan dari Pengadilan Tinggi Militer. Kedudukannya pun berada di ibukota
Negara Indonesia. Susunan anggota sebagai berikut :
·
1 orang ketua (pangkat
minimal Brigjen atau Marsekal dan Laksamana Pertama)
·
2 orang anggota (pangkat
minimal Kolonel)
·
1 orang panitera (pangkat
Mayor – Kolonel)
Sebenarnya masih banyak jenis peradilan
lain yang sesuai dengan ruang lingkup masing-masing. Pakemnya adalah tingkat
kedudukan lembaga peradilan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Misalkan
saja pengadilan agama yang berkedudukan untuk lingkungan agama di kota atau
kabupaten, sedangkan pengadilan tinggi agama berkedudukan di provinsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar